ANDI DAN ELEGI KEKUASAAN

OLEH: GUN GUN HERYANTO ( Tulisan ini telah dipublikasikan di Koran SINDO, 8 Desember 2012 ) Satu lagi politisi Partai Demokrat tersan...


OLEH: GUN GUN HERYANTO
(Tulisan ini telah dipublikasikan di Koran SINDO, 8 Desember 2012)


Satu lagi politisi Partai Demokrat tersandung kasus hukum. Andi Alfian Mallarangeng resmi menjadi tersangka KPK dalam kasus Hambalang. Dia akan menjalani hari-hari berat dan terjal yang tak semata dirasakan dirinya melainkan juga keluarga bahkan partai tempat dia bernaung saat ini.Mendapat label sebagai tersangka kejahatan yang masuk kategori top hate crime tentu bukan semata mengubah citra kekinian Andi dari positif ke negatif, melainkan juga bisa mengoyak reputasi cemerlang yang sudah lama membentang dalam karir politik dan profesionalnya.

Kekuasaan untuk kesekian kalinya menjadi elegi atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita terutama bagi mereka yang tak mau atau tak mampu mengendalikan kuasa di genggamannya.

 Imparsialitas KPK

Jika pun harus ada pihak yang patut diapresiasi dalam penetapan Andi sebagai tersangka, maka KPK lah yang patut mendapatkannya. Sejarah telah ditorehkan KPK, karena baru kali ini sejak lembaga ad hoc untuk penumpasan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) berupa korupsi ini berdiri di Indonesia, ada seorang menteri aktif yang ditetapkan sebagai tersangka. Paling tidak, upaya ini menunjukkan secara gamblang niat baik KPK untuk tidak melakukan obstruction of juctice. Dalam konteks penegakkan hukum, obstruction of juctice menyebabkan pengadilan dan pertanggunganjawaban pidana hanya berlaku pada orang-orang korup tetapi tak berkuasa. Sementara mereka para ”Al Capone”  yang memiliki kuasa atau pengaruh atas kekuasaan politik dan hukum, tetap tak tersentuh meski sejumlah data telah menunjuk hidung mereka sebagai pelaku bahkan otak tindakan korupsi. Mereka inilah yang kerap dilabeli sebagai The Untouchable.

Sudah terlalu lama publik skeptis dengan reputasi para penegak hukum. Sehingga proses-proses hukum yang sekarang berjalan di KPK seolah menjadi ’oase’ dalam pemberantasan korupsi. Kasus simulator SIM yang melibatkan bintang dari Polri, penanganan kasus suap Hartati Murdaya dan kini kasus Hambalang yang sudah menyentuh Andi, menjadi indikator menggeliatnya KPK. Indonesia cukup lama menyia-nyiakan kesempatan good governance dan clean government pasca reformasi bergulir 1998. Tumbangnya otoritarianisme Orde Baru sukses melahirkan sejumlah perangkat hukum guna meminimalisir tindakan korupsi. Perang melawan korupsi telah dimasukkan ke dalam TAP MPR No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Secara legal formalistik Indonesia turut menyetujui United Nations Convention Against Corruption pada tahun 2003, melalui Undang-Undang No 7 Tahun 2006 dan menyatakan bahwa korupsi merupakan ancaman terhadap demokrasi yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas bangsa Indonesia. Sebelum itu, karena praktik korupsi yang merajalela, Indonesia juga dengan gagah berani melahirkan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tentu kelahiran KPK bukan karena alasan biasa, lembaga ini diharapkan mampu melakukan cara-cara luar biasa untuk membatasi pergerakan, modus, jaringan dan lain-lain dari sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) yang dianggap sudah meluas dan sistematis. Sehingga diperlukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan yang juga luar biasa. Dalam membangun reputasi kelembagaan sangat penting bagi KPK untuk menunjukkan imparsialitas sekaligus profesionalitas mereka dalam bekerja termasuk saat mereka harus berhadap-hadapan dengan orang yang sedang dalam kekuasaan seperti dalam kasus Hambalang.

Dampak Politis

Penetapan tersangka tentu buka  akhir cerita bagi Andi. Dalam negara hukum, Andi masih memiliki peluang untuk melakukan pembelaan-pembelaan. Tapi juga tak bisa dinafikan, proses panjang di domain hukum yang akan dijalani Andi tak lagi bisa menghindar dari anasir politik yang melingkupinya. Andi adalah Menteri Pemuda dan Olahraga  Kabinet Indonesia Indonesia Bersatu (KIB) II (22 Oktober 2009-7 Desember 2012), dia juga menjadi orang yang sangat dekat dengan SBY sejak Andi menjadi Juru Bicara Kepresidenan (21 Oktober 2004-22 Oktober 2009).

Integrasi vertikal Andi  ke kekuasaan bisa dibilang berjalan mulus. Dimulai dari kampus, menjadi anggota KPU,  staf ahli Menteri Negara Otonomi Daerah, sempat mendirikan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan bersama Prof. DR. Ryaas Rasyid pada tahun 2002, hingga akhirnya terlibat dalam pemenangan SBY dan menjadi bagian dari partai Demokrat. Pasca kekalahannya dari Anas Urbaningrum di Konggres Bandung pada 2010, Andi pun diposisikan sebagai Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat. Sayang karir mengilat dari Andi, kini harus terjun bebas bahkan berada di titik nadir citra politiknya. Sudah konsekuensi dalam rimba politik, saat aktor terjerembab ke kubangan kasus korupsi, maka karir yang dibina sejak lama akan porak-poranda seketika. Paling tidak ada 3 dampak politis yang bisa menjadi bola liar setelah Andi ditetapkan sebagai tersangka.

Pertama, status Andi akan semakin membenamkan citra dan reputasi Partai Demokrat di mata khalayak. Meski Andi tidak sejak awal di PD, tetapi metamorfosis Andi menjadi elite PD menyebabkan partai pemenang pemilu ini turut berada di tengah pusaran prahara politik Andi. Untuk kesekian kalinya politisi muda potensial di tubuh PD terlibat kasus yang skala pemberitaanya luar biasa. Setelah Nazaruddin dan Angelina Sondakh, kini Andi menjadi bagian dari masalah dan pastinya turut menyumbang bingkai berita negatif bagi eksistensi PD yang sedang menyiapkan diri menuju kontestasi 2014.

Kedua, bola liar kasus Andi juga akan menyumbang citra negatif bagi eksistensi pemerintahan SBY. Sejak memerintah, SBY kerapkali mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan itikad baik memimpin upaya-upaya pemberantasan korupsi. Namun demikian, justru aktor-aktor yang telibat dalam sejumlah tindakan korupsi juga kerap berasal dari orang-orang dekat SBY sendiri. Tentu, ini menjadi tamparan sekaligus tantangan bagi SBY baik sebagai orang yang mengendalikan pemerintahan saat ini, maupun sebagai orang yang berada di puncak hirarki otoritas Partai Demokrat.

Ketiga, penetapan Andi sebagai tersangka juga bisa menjadi pintu masuk pengembangan kasus ini ke anak tangga berikutnya. Lazimnya, modus korupsi politik itu tak pernah dilakukan oleh aktor tunggal, melainkan dilakukan oleh satu stelsel aktif secara “berjamaah”. Kerap muncul esprit de corps dari para pelaku korupsi politik dengan cara saling melindungi.  Tetapi biasanya, pertahanan mereka akan bobol dengan sendirinya, jika kekitaan di antara mereka tercerai berai akibat skenario penyelamatan diri masing-masing. ***

http://www.seputar-indonesia.com/news/andi-dan-elegi-kekuasaan

Sumber gambar: www.google.com

Related

Opinion 8448074643616499027

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Comments

Connect Us

Contact Us

Name

Email *

Message *

item