SELEB GAYA BEBAS

Oleh: Gun Gun Heryanto ( Tulisan ini telah dipublikasikan di Majalah SINDO Weekly, Edisi 29 Nop-6 Des 2012 ) Panggung politik kian ber...


Oleh: Gun Gun Heryanto
(Tulisan ini telah dipublikasikan di Majalah SINDO Weekly, Edisi 29 Nop-6 Des 2012)

Panggung politik kian berwarna. Sejumlah selebritas turut serta dalam pusaran kontestasi demokrasi elektoral. Tak hanya berebut jabatan legislatif seperti ramai terjadi di Pemilu 2009, melainkan juga berupaya melakukan integrasi vertikal pada jabatan eksekutif baik di daerah maupun nasional. Pilkada Jawa Barat yang akan di gelar awal 2013 menjadi salah satu contoh aktual melimpahnya semangat kaum selebritas menjajal ‘tuah’ popularitas yang mencoba mereka konversikan menjadi elektabilitas.

Kenapa Selebritas?
Tiga dari lima pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat adalah artis dan mantan artis. Sebut saja nama Dede Yusuf, Rieke Diah Pitaloka dan Deddy Mizwar. Sebelumnya, Deddy Dores juga telah mencoba peruntungan di Pilkada Jabar meskipun pencalonannya layu sebelum berkembang. Dalam beberapa hari ini, jagat politik juga diramaikan pernyataan kesiapan Raja Dangdut Rhoma Irama untuk pencapresan 2014. Kesiapan Rhoma bertarung di 2014, kian menambah daftar panjang kaum selebritas yang punya keinginan bertransformasi menjadi elite kekuasaan. Tren keterlibatan mereka seolah meneguhkan asumsi ketersediaan ceruk bagi kelompok selebritas menjadi “petarung”.

Fenomena ini diperkuat kesuksesan beberapa figur selebritas yang hijrah ke dunia politik. Sebut saja Rano Karno (Wakil Gubernur Provinsi Banten), Zumi Zola (Bupati Tanjung Jabung Timur, Jambi), Dicky Candra ( pernah menjadi Wakil Bupati Garut dari jalur independen meski akhirnya Dicky mengundurkan diri dan kembali ke habitat senimannya). Belum lagi, sejumlah nama selebritas yang pada Pemilu 2009 sukses menyandang status terhormat sebagai wakil rakyat baik di DPR Pusat maupun daerah.

Panggung hiburan dan panggung politik sama-sama menuntut citra, reputasi, publisitas, koneksi dan lain-lain di luar substansi peran dan tanggung jawab publik masing-masing. Lantas salahkah jika para artis ini terlibat di panggung politik? Tentu tidak! Partisipasi politik merupakan hak setiap warga negara. Terlabih, jika para selebritas itu sejak awal membangun kapasitas individualnya dalam memahami, mengerti dan memperjuangkan nilai-nilai politik yang diyakini mereka. Samuel P. Hutington dan Joan M. Nelson dalam buku No Easy Choise: Political Participation in Develoving Countries, menyebutan fokus utama partisipasi politik adalah usaha untuk mempengaruhi “alokasi otoritatif nilai-nilai bagi suatu masyarakat” .

Jika para seleb ini melewati proses dengan sungguh-sungguh dan memiliki track record yang mumpuni menuju pencalonan dirinya, maka partisipasi politik mereka layak diapresiasi. Begitu pun sebaliknya, jika partisipasi mereka sekedar “panggung sandiwara” berbekal nama dan popularitas tanpa paham ranah permainannya, maka tentu saja mereka hanya akan menjadi ornamen penghias suasana atau pelengkap penderita saja. Paling bagus mereka hanya akan berfungsi sebagai mesin efektif pendulang suara (vote getter) di saat pemilu berlangsung.

Sebenarnya, tak mengagetkan jika akhir-akhir ini para selebritas beramai-ramai masuk bursa pencalonan. Mereka biasanya memiliki kelebihan dalam proses peneguhan (reinforce) imitasi prilaku. Proses ini tercipta melalui pengkondisian instrumental (instrumental conditioning) pada pemilih. Dalam dunia politik, secara teknis pengkondisian instrumental dilakukan melalui dua prilaku imitasi.  Pertama, stimulasi lingkungan yang sama sehingga individu memberi respon yang sama (same behahior). Politik dan hiburan sama-sama menciptakan mekanisme yang terpola sehingga khalayak memiliki prilaku serupa. Kesadaran khalayak sering dimanipulasi sehingga relevan dengan apa yang diinginkan oleh aktor.  Dalam konteks inilah, posisi selebritas menjadi daya tarik tersendiri terutama dalam meneguhkan pilihan pemilih melalui rangsangan popularitas yang mereka miliki, terlebih jika literasi politik yang berlangsung di daerah tersebut minim.

Kedua, pencocokan perilaku individu sedekat mungkin dengan perilaku orang lain. Biasanya hal ini melalui sosok figur atau tokoh yang lazimnya dinamakan proses copying. Para selebritas biasanya menjadi rule model yang familiar dalam kesadaran simbolik khalayak. Tak heran jika dunia hiburan mengenal fans club. Khalayak  sangat lekat dengan sosok Deddy Mizwar dalam perannya di film “Naga Bonar” maupun sinetron “Kiamat Sudah Dekat”,  atau Dede Yusuf yang membintangi salah satu merk obat sakit kepala dan Rieke ‘Oneng’ dalam “Bajaj Bajuri”. Sehingga, saat selebritas mencalonkan diri, kesadaran simbolik pemilih di fans club-nya sangat mungkin menyumbang perolehan suara pasangannya.

Namun demikian, pengkondisian instrumental seperti ini lambat tapi pasti akan mengalami degradasi. Kemasan simbolis para selebritas tersebut tak lagi berfungsi sebagai pendongkrak suara. Bahkan bisa menjadi boomerang bagi pasangan kandidat yang bersangkutan, jika kemasan dan positioning diri si artis tidak tepat, karena bagaimana pun rakyat akan memilih dan mengkritisi sosok mereka. Kini, strategi politik pencitraan tak lagi hanya menekankan pada unsur attractiveness, melainkan juga pada kompetensi sosok si artis untuk membawa khalayak pemilih dimana dia mencalonkan diri menuju kehidupan yang lebih baik.

Rekam Jejak Kandidat
Banyak selebritas yang mengalami lompatan politik (political jumping) dalam rekam jejak politiknya. Keraguan muncul tidak dalam konteks mempertanyakan wawasan yang dia miliki, melainkan lebih pada historisitas interaksi diri selebritas dengan realitas politik praktis sebelum dia mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Deddy Mizwar, Dicky Candra, Primus Yustisio, Eko Patrio, Deddy Dores, Rachel Maryam misalnya, bisa menjadi contoh metamorfosis yang terkesan tiba-tiba, tanpa diperkuat oleh pendalaman peran politik mereka sebelumnya. Jika menggunakan istilah di dunia film, kondisi ini ibarat aktor yang sedang memainkan sebuah peran tanpa penghayatan yang memadai. Menjadi kepala daerah tentu saja lebih kompleks dan lebih beresiko dari hanya sekedar berperan dalam film atau sinetron. Pemimpin akan menjadi nahkoda sebuah daerah dan bertanggungjawab atas seluruh warga masyarakat di daerah tersebut.

Sebagai perbandingan dengan tokoh di negara lain yang sukses menuju kursi presiden dari panggung hiburan, sebut saja nama Ronald Wilson Reagan (Amerika Serikat) dan Joseph Estrada (Filipina).  Reagan (1911-2004) adalah artis Hollywood yang sukses membintangi sejumlah film antaralain Knute Rockne All American, King Row, Hellcats of the Navy, Bedtime for Bonzo dll., sehingga namanya tercatat di Hollywood Walk of Fame di 6374 Hollywood Boulevard.

Jauh sebelum dia mancalonkan diri sebagai Capres dalam Nominasi Partai Republik pada tahun 1980, dia pernah menjadi Gubernur California yang ke-33 (1967-1975). Perjalanannya memenangi konvensi partai pun tidak mudah, tercatat dia pernah dua kali gagal menjadi Capres Republik, yakni pada tahun 1968 dan 1976. Rekam jejak sebagai selebritas yang berpolitik sangat kentara, sejak dia menjadi anggota liberal demokrat yang mendukung new deal-nya Franklin Delano Roosevelt, kemudian berubah secara bertahap menjadi konservatif sosial, hingga tahun 1964 menjadi pendukung berat Republikan konservatif Barry Goldwater.

Jejak rekam Joseph Estrada, artis yang telah membintangi lebih dari 120 ini jauh sebelum menjadi Wakil Presiden (1992-1998) dan Presiden (1998), telah memulai karir politiknya sejak tahun 1969 dan terus mengasah talenta politiknya hingga terpilih menjadi anggota senat pada 1987. Begitupun yang dijalani Arnold Schawarzeneger lama sebelum mencalonkan diri sebagai Gubernur California, dia telah aktif sebagai Republikan.

Dengan demikian, rekam jejak politik inilah yang menjadi salah satu titik lemah sebagian selebritas kita. Ketergantungan parpol pada sosok selebritas di era demokrasi elektoral juga patut dikritisi. Krisis figur yang punya nilai jual di parpol membuktikan gagalnya proses kaderisasi.

Sumber gambar: www.google.com

Related

Opinion 1640478705346444527

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Comments

Connect Us

Contact Us

Name

Email *

Message *

item