Teater Impian Piala Dunia

Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto    (Tulisan ini telah dipublikasikan di Koran Sindo, 14 Juni 2014) Pesta bola sejagat dimulai. Prosesi pem...

Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto  
 (Tulisan ini telah dipublikasikan di Koran Sindo, 14 Juni 2014)

Pesta bola sejagat dimulai. Prosesi pembuka
an Piala Dunia, secara resmi dimulai 12 Juni di Arena de Sao Paulo dan akan berlangsung hingga 13 Juli. Virus World Cup telah mewabah secara masif serta menghipnotis warga dunia melampaui batas-batas negara, etnis, agama bahkan perbedaan politik. Selama sebulan penyelenggaraan piala dunia ke-20 di Brasil ini, miliaran orang masuk ke dalam satu dimensi yang sama yakni konvergensi simbolik yang diikat oleh tradisi prilaku mapan dan terpola berbasis “bolaisme”.

Arus pusaran piala dunia ini seperti biasanya melahirkan euphoria. Tak hanya pergulatan mengukir prestasi olahraga, melainkan prestise, nasionalisme, citra sekaligus motif ekonomi-politik untuk menjadi yang terhormat dari sejumlah negara-bangsa yang menjadi peserta. Mengapa piala dunia yang diselenggarakan Federation International de Football Assocation (FIFA) ini sangat powerful dan luar biasa menyihir warga dunia? Hampir semua penggila bola dari seluruh dunia larut dalam ekstase yang gejalanya dihembuskan dari stadion Estádio Mineirão, Estádio Mané Garrincha, Estádio Governador José Fragelli, Estádio Joaquim Américo Guimarães, Estádio Plácido Aderaldo Castelo, Estádio Vivaldo Lima, Arena das Dunas, Estádio José Pinheiro Borba, Arena Cidade da Copa, Estádio do Maracanã, Estádio Cícero Pompeu de Toledo.

Inilah bagian dari strategi kampanye FIFA agar perhelatan ini benar-benar dimiliki dan dirasakan warga dunia. Caranya, tentu saja melalui sistem rotasi penyelenggaraan turnamen Piala Dunia FIFA di antara konfederasi – konfederasi yang mengintegrasikan diri. Tak dielakkan lagi, kunci sukses piala dunia adalah total kampanye, yang didesain tak hanya di negara yang menjadi tuan rumah melainkan juga di seantero dunia.

Dengan cara berantai dan sistematis, kampanye dilakukan dengan interkoneksitas media massa dan korporasi yang menjadi sponsor. Brasil nampak berupaya all out memoles citra negaranya untuk dianggap layak sebagai tuan rumah. Dana besar digelontorkan untuk mempercantik 12 stadion yang akan digunakan sebagai panggung teater impian.

Sementara strategi total media relations melalui publikasi, advertising, dan sejumlah strategi kampanye lainnya berupaya menggiring, mengintervensi hingga mampu menjebol benteng pertahanan dari kesadaran warga dunia untuk menjadi “teman setia” yang menguntungkan secara ekonomi dan potensial bagi sponsor serta penyelenggara. Footballeffect yang senantiasa merasuki jiwa miliaran penonton di seluruh dunia sudah lama menjadi pendorong ampuh footballnomics atau gejala peningkatan pendapatan ekonomi yang disebabkan pesona “si kulit bundar”.

World Cup menjadi arena pertarungan tak hanya bagi tim-tim sepak bola tangguh dari seluruh dunia, melainkan juga tempat bertempur produk para sponsor guna memenangi pasar. Para sponsor terbagi menjadi tiga kategori. Pertama mitra FIFA, ada Adidas, Coca-Cola, Emirates, Hyundai-KIA, Sony, VISA. Kedua, sponsor FIFA World Cup, ada Budweiser, Castrol, Continental, McDonald’s, Jhonson & Jhonson. Ketiga, suporter nasional Apex-Brasil, Garoto, Centauro, Banco Itaú, Liberty Seguros, Wiseup.

Layaknya rumusan dalam dunia bisnis no free lunch, sejak mereka membayar mahal, maka sejak saat itulah mereka menjadi campaign apparatus yang secara sistemik melakukan total kampanye bagi Piala Dunia. Satu hal lagi yang patut dicatat dalam keberhasilan penyebaran virus World Cup adalah terpaan media (media exposure).

Ribuan wartawan, fotografer, kameraman, berlomba menyajikan laporan Piala Dunia yang paling cepat, paling baik, paling variatif untuk tampil mengesankan hingga di ruang keluarga. Ribuan stasiun televisi, radio, media cetak, dan media online membeli hak siar Piala Dunia. Bahkan, di Piala Dunia 2014 makin menguatnya fenomena konvergensi teknologi seperti juga telah terjadi di Piala Dunia Afrika Selatan 2010 dan Jerman tahun 2006.

Berbagai situs web memberi peluang mengunduh kliping-kling video termasuk semua gol yang tercetak. Wajar jika kemudian demam Piala Dunia hadir di mana-mana. Inilah bentuk dari sihir komunikasi berbentuk kampanye yang serentak, global dan penetratif. Piala Dunia sejatinya tak lagi hanya sekedar perhelatan olahraga. Unsur dramatiknya inilah yang sering kali disentuh bahkan pada tataran tertentu dieksploitasi untuk membingkai kesadaran warga dunia dalam satu dimensi emosi, bahkan perlahan tapi pasti membentuk semacam “bolaisme”.

Namun demikian, di tengah gegap gempita pesta, seyogianya kita senantiasa sadar, bahwa kita sebentar lagi akan memilih pemimpin. Jangan terlalu larut di teater impian, hingga lupa menimbang cermat siapa kandidat yang paling pantas memimpin kita. Selamat berpesta bola! ***

Related

Opinion 8565966947857442981

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Comments

Connect Us

Contact Us

Name

Email *

Message *

item