Pilihan Rakyat Seusai Masa Pencitraan Kandidat

Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto (Tulisan ini telah dipublikasikan di Pikiran Rakyat, 3 Juli 2014) Masa kampanye kandidat capres-cawapr...


Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto
(Tulisan ini telah dipublikasikan di Pikiran Rakyat, 3 Juli 2014)




Masa kampanye kandidat capres-cawapres berakhir 5 Juli. Beragam strategi telah dilakukan oleh tim pemenangan masing-masing kandidat mulai dari serangan udara hingga serangan darat. Mulai dari panggung ekslusif debat capres-cawapres yang gegap gempita hingga operasi senyap yang penetratif ke ruang-ruang keluarga. 

Berpengaruhkah kampanye terhadap perolehan suara? Akan sangat ditentukan oleh tiga faktor. Pertama, apakah kampanye kandidat mampu meyakinkan pemilih atau tidak. Harusnya kampanye sebagai tindakan persuasif memengaruhi pemilih fokus pada program dengan indikator-indikator jelas yang mudah dipahami dan dirasakan khalayak. 

Ini yang oleh Leon Ostergaard, sebagaimana dikutip oleh Klingemann (2002) disebut kampanye tiga tahap. Tahap orientasi pada isu (issues-oriented),  bukan hanya berorientasi pada citra (image-oriented). Kampanye menjadi momentum tepat untuk menunjukkan bahwa kandidat memahami benar berbagai persoalan nyata, faktual, elementer dan membutuhkan penanganan di masyarakat. Tahap pengelolaan kampanye mulai dari perancangan, pelaksanaan hingga evaluasi. 

Dalam tahap ini, seluruh isi program kampanye diarahkan untuk membekali dan memengaruhi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan khalayak sasaran. Terakhir, tahap evaluasi pada penanggulangan masalah (reduced problem). Dalam hal ini evaluasi diarahkan pada keefektifan kampanye guna menghilangkan   atau mengurangi masalah. 

Kedua, keseimbangan mengelola strategi ofensif dan defensif selama masa kampanye berlangsung. Strategi ofensif digunakan untuk memersuasi dua tipe khalayak, yakni kelompok swing voters dan basis pemilih tradisional lawan. Kelompok swing voters masih bisa dipengaruhi karena rata-rata pemilih ini belum ajeg dalam menentukan pilihan. Mereka masih menimbang-nimbang dan pilihan politiknya sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor dinamis yang bersifat kontekstual. 

Pun demikian, bukan hal mustahil strategi penetrasi juga bisa “menggarap” basis tradisional lawan, karena konteks pemilih Indonesia secara umum identifikasi kepartaian atau party ID masih lemah. Jadi asumsi bahwa basis pemilih kandidat di daerah-daerah tertentu yang secara teoritis adalah basis pemilih partai pendukung salah satu kandidat, belum menjadi garansi kemenangan! Sementara strategi defensif tentu terkait dengan upaya mengelola dan mempertahankan kantong-kantong pemilih loyalis. Jangan sampai karena semangat penetratif, basis dukungan dari pemilih loyal ini terkikis oleh kekuatan lawan. 
        
Ketiga, perburuan di fase terakhir kampanye ini juga sangat ditentukan oleh kelompok yang belum memutuskan pilihan (undecided voters). Komposisi pemilih ini biasanya secara umum diisi oleh khalayak yang secara kelas sosial ekonomi dan pendidikan berasal dari kelas menengah atas. Jika pun mereka memilih, sikap mereka akan ditentukan di penghujung waktu tanggal pemilihan.

Di tengah ketatnya persaingan yang tergambar dari makin tipisnya jarak elektabilitas kandidat, maka memenangi kelompok yang belum memutuskan ini menjadi salah satu khalayak kunci pemilih yang harus dimenangi. Ikhtiar pencitraan para kandidat tentu harus kita hargai, tapi pada akhirnya pilihan rakyatlah di atas segalanya. Saatnya rakyat Indonesia menentukan pilihan!

Related

Opinion 279177067177471957

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Comments

Connect Us

Contact Us

Name

Email *

Message *

item