Memaknai Agenda Transisi Pemerintahan Jokowi-JK
Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto (Tulisan ini telah dipublikasikan di Kolom Analisis Pikiran Rakyat, Kamis 7 Agustus 2014) Setiap p...

http://www.gungunheryanto.com/2014/08/memaknai-agenda-transisi-pemerintahan.html
Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto
(Tulisan ini telah dipublikasikan di Kolom Analisis Pikiran Rakyat, Kamis 7 Agustus 2014)
Setiap perubahan selalu memberi harapan adanya perbaikan dan keteraturan
baik di bidang ekonomi, politik, sosial, hukum maupun keamanan. Setelah
ketegangan saat rivalitas demokrasi elektoral berlangsung, masyarakat berharap
munculnya pemerintahan kuat dan mengantongi mandat kekuasaan dari rakyat. Sisi
lain dari partisipasi masyarakat dalam Pemilu tentunya adalah harapan tinggi
pada pemerintahan baru untuk merealisasikan sejumlah agenda prioritas yang
telah dikampanyekan sebelum terpilih. Itu pun kini dialami Jokowi, yakni adanya
desakan agar Jokowi-JK menyiapkan sejumlah hal terkait dengan pembentukan
pemerintahan mendatang, meskipun proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK)
sedang berlangsung.
Langkah Jokowi membuat kantor transisi itu patut diapresisiasi dalam dua
konteks. Pertama, bisa menjadi prakondisi pemerintahan Jokowi-JK sebelum benar-benar
dilantik pada 20 Oktober mendatang. Prakondisi ini penting bukan hanya
menyiapkan mental siap kerja tetapi juga menyiapkan lebih teknis turunan konsep
besar dan blue print pemerintahan
Jokowi yang sudah disosialisasikan sejak masa kampanye pilpres. Sebagaimana
kita ketahui, Jokowi-JK memiliki 9 program nyata yang disebut “nawa cita” yang
sudah diikrarkan kepada rakyat Indonesia. Kedua, kantor transisi ini penting sebagai
pematangan konsolidasi pembentukan pemerintahan baru. Kantor transisi yang
dikepalai oleh Rini Mariani Soemarno ini bisa focus mengkaji kelembagaan presiden,
arsitektur kabinet dan kelompok kerja percepatan visi-misi Jokowi-JK.
Paling tidak ada tiga agenda strategis yang bisa dicapai dalam fase
transisi Jokowi. Pertama, menghitung formula pembentukan kabinet yang paling
minim resiko mendapat penentangan masyarakat. Bagaimanapun simpul kekuatan
Jokowi-JK ada pada harapan publik bukan semata-mata pada partai penngusungnya. Dengan demikian, agenda awal yang harus
dijawab Jokowi-JK adalah postur kabinet yang bisa menjawab harapan tinggi dari publik.
Banyak Indonesianis yang menyatakan salah satu problem mendasar Indonesia
adalah sentralitas kekuasaan yang menguat pada pribadi, kelompok atau institusi
tertentu. Willner misalnya pernah menyebutnya sebagai neopatrimonial rezim,
Karl D Jackson bureaucratic polity, William Liddle mengistilahkan personal
rule dan McDougall menyebutnya technocratic state. Kini, Jokowi punya
kesempatan untuk menunjukkan wajah baru model participative government.
Menurut Guy Peter (2001), model ini berupaya memberi ruang pelibatan
masyarakat dalam peningkatan kemampuan birokrasi dan pelayanan. Model ini tentu
hanya bisa direalisasikan jika Jokowi mampu membentuk kebinet kerja atau
kabinet ahli (zaken cabinet) sebagaimana
diharapkan banyak orang.
Kedua, kantor transisi harus menyusun formula prioritas agenda pemerintahan
5 tahun dengan pendekatan CFR (conclusion,
finding, recommendation). Tabulasi persoalan tentu sudah ada di saku
Jokowi-JK dan Tim. Saatnya, tim transisi membuat prioritas mana yang akan
dimasukan ke jangka pendek, menengah dan panjang. Tim transisi harus merekap
ulang ceceran janji-janji kampanye Jokowi-JK baik tercatat atau terucap agar bisa
direalisasikan.
Ketiga, agenda yang juga sangat strategis adalah sinkronisasi program
dengan pemerintahan SBY saat ini. Terutama menyangkut pembahasan APBN 2015. Tim transisi harus memastikan tidak akan muncul
kendala mendukung langkah cepat realisasi program Jokowi-JK. Oleh karenanya, estapet
kepemimpinan nasional bukan semata formal seremonial, tetapi juga substansial,
yakni adanya pemahaman dan kesepakatan bersama terkait program-program
pemerintah mendatang.