Tata Kelola Komunikasi Pemerintahan Baru
Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto (Tulisan ini telah dipublikasikan di Koran Sindo, Senin 25 Agustus 2014) Perhelatan pemilihan umum...

http://www.gungunheryanto.com/2014/09/tata-kelola-komunikasi-pemerintahan-baru.html
Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto
(Tulisan ini telah dipublikasikan di Koran Sindo, Senin 25 Agustus 2014)
Perhelatan pemilihan umum yang
reguler dilakukan setiap lima tahunan telah usai dengan beragam cerita yang
mengiringinya. Kita patut bersyukur, meskipun tensi politik sangat panas
sebagai ekses polarisasi dukungan terhadap dua arus utama pasangan capres/cawapres,
pada akhirnya bangsa kita dewasa menyikapinya. Pemilu secara umum berjalan
damai, dan masing-masing pihak menghormati hukum, peraturan, etika dan keadaban
publik sebagai saluran berkompetisi. Ke depan jalan panjang terbentang, terjal
dan butuh daya tahan luar biasa saat menghadapi tantangan nyata dari dalam
maupun luar negeri.
Tantangan Global
Presiden terpilih lima tahun ke
depan akan dihadapkan pada kompleksitas persolan di segala lini. Oleh karena
itu, butuh kemauan dan kemampuan untuk mengelola sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, sumberdaya politik berupa dukungan, dan public trust sebagai modal sosial. Salah satu tantangan faktual di
era baru ini adalah pengelolaan komunikasi pemerintahan dalam optimalisasi
peran di dalam negeri, kawasan maupun dunia internasional.
Ada sejumlah tantangan nyata di
depan mata yang mengharuskan pemerintah memiliki visi komunikasi yang jelas,
terarah dan adaptif dengan konteks perubahan yang terjadi. Tantangan geopolitik
terutama kompetisi di kawasan ASEAN dan dunia. Geopolitik mengkaji makna strategis dan
politis suatu wilayah geografi mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam
wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai empat unsur pembangun, yaitu keadaan
geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik,
serta unsur kebijakan. Kondisi geografi suatu negara tentu sangat mempengaruhi
berbagai aspek dalam penyelenggaraan negara bersangkutan, seperti pengambilan
keputusan, kebijakan politik luar negeri, hubungan perdagangan dll. Dari proses
itulah muncul organisasi-organisasi internasional yang berdasarkan pada
keberadaannya dalam suatu kawasan, seperti Asean, Masyarakat Ekonomi Eropa, The
Shanghai Six dll. Komunitas-komunitas internasional ini berperan dalam hal
kerjasama kawasan, penyelesaian masalah bersama, usaha penciptaan perdamaian
dunia, dll.
Jika kita identifikasi ada sejumlah tantangan nyata di depan mata. Pertama, tahun 2015 Indonesia dihadapkan pada
tantangan mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community) Pemberlakuan action dari Masyarakat
Ekonomi Asean ini bertujuan untuk memenuhi target MDG’s (milenium
development goals). Kesepakatan yang dirancang sejak tahun 2003 oleh para
pemimpin 10 negara Asean ini, tentu saja memberi peluang sekaligus tantangan
bagi kesiapan Indonesia untuk mengikutinya dengan percaya diri dan peran
optimal, bukan semata-mata siap menjadi pasar dan penonton. Kesepakatan Asean
Free Trade Area (AFTA) mengharuskan kita mampu bersaing secara sehat
di berbagai bidang. Dengan konsep area Asean sebagai pasar tunggal, pembebasan
bea tarif masuk antar negara dan kerjasama saling menguntungkan, mengharuskan
pemerintah Indonesia mengoptimalkan strategi komunikasi di kawasan. Indonesia
harus meyakinkan pihak lain sebagai engine of growth bagi ekonomi
kawasan dan dunia. Strategi komunikasi digunakan untuk promosi ekspor,
membangun global brand, standarisasi
internasional, penetrasi pasar baru di luar negeri, serta mengelola citra dan
reputasi produk lokal kita kompetitif dalam persaingan global.
Kedua, di skala global,
Indonesia juga menjadi anggota The Group of Twenty (G-20) atau lazim
dikenal dengans sebutan G-20. Kelompok yang dibentuk pada tahun 1999 ini
merupakan forum yang secara sistematis menghimpun kekuatan ekonomi maju dan
berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia. Ada 19 negara
plus Uni Eropa yang menjadi kelompok 20 ekonomi utama. Dalam konteks kerjasama
ini pun Indonesia belum tampil optimal. Indonesia terjebak hutang yang besar
dan cadangan devisa yang lemah. Kita kerapkali tak punya tawaran yang spesifik,
bahkan kerap dipandang sinis keberadan Indonesia hanya menjadi kanal
kepentingan Amerika untuk merayu India dan China. Tentu stigma negatif ini
harus diubah dengan mengoptimalkan peran di G-20 untuk kemajuan Indonesia. Peran
komunikasi internasional menjadi sangat strategis sekaligus menjadi salah satu
hal utama yang perlu dilakukan pemerintah baru.
Ketiga, tantangan zona perang
informasi global yang bersifat asimetris (zone of asymetric warfare)
yang tak lagi berbasis gerakan militer sebagaimana kita pahami dalam konsep
perang konvensional, melainkan melalui penetrasi informasi. Misalnya di
penghujung 2013, SBY dan sejumlah pejabat Indonesia lainnya gusar sekaligus
marah saat mengetahui penyadapan yang dilakukan Australia. Ironis memang,
karena Australia dan Indonesia merupakan negara bertetangga yang pastinya
memiliki banyak persinggungan kepentingan. Laporan yang dipublikasikan harian
Australia, Sydney Morning Herald (SMH), Kamis (31/10/2013) menyebutkan
negara-negara di Asia Timur dan Tenggara termasuk Indonesia menjadi objek
penyadapan berskala global. Tentunya dunia terperangah! Harian ternama Inggris The Guardian juga melaporkan Badan Keamanan Nasional AS (NSA)
telah memantau komunikasi 35 pemimpin negara pada tahun 2006, termasuk Kanselir
Jerman Angela Merkel dan Presiden Brasil Dilma Rousseff. Bocornya dokumen
intelejen dari whistleblower bernama
Edward Snowden yang dulu bekerja di NSA ini membuka mata banyak pihak, bahwa
perang informasi itu kini bersifat asimetris. Belum lagi tantangan perang cyber. Fenomena seperti ini, dibahas
panjang lebar oleh Richard A Clarke dan Robert K Knake dalam bukunya Cyber
War (2010) sebagai serangan kontemporer yang harus diwaspadai bagi keamanan
nasional. Metode seperti ini misalnya yang dipilih oleh Wikileaks. yang membocorkan dokumen-dokumen rahasia untuk memerangi
korupsi dan rezim ketertutupan informasi. Beberapa informasi yang dibocorkan Wikileaks juga pernah menohok kehormatan
SBY dan pemerintahan Indonesia. Ke depan harus ada kesiapan pemerintah dalam
mengelola komunikasi di tengah zona perang informasi global semacam ini.
Prioritas Pemerintah
Tatakelola komunikasi nasional juga harus menjadi prioritas pemerintahan baru.
Komunikasi sangat vital sehingga perlu ditempatkan pada posisi yang strategis. Pemerintah
baru harus mampu mengelola harapan publik yang begitu tinggi dan menjaga modal
sosial berbentuk public trust.
Sejumlah tindakan komunikasi bisa dilakukan misalnya dengan mengoptimalkan
akses informasi dari pemerintah untuk masyarakat, sosialisasi program jangka
pendek, menengah dan panjang secara sistematis, kanal aduan, sinergi komunikasi
antarlembaga pemerintah, komunikasi strategis terkait isu kontekstual yang
muncul dari kondisi yang membutuhkan respons cepat pemerintah. Pemerintah harus
memiliki blue print yang jelas
terkait pengelolaan opini publik, public
relations politik, marketing komunikasi, komunikasi sosial, komunikasi
internasional, komunikasi antarbudaya
dll.
Oleh karena begitu penting dan
strategisnya komunikasi bagi pemerintahan baru diperlukan kebijakan dan
tatakelola komunikasi yang optimal. Presiden SBY telah mengeluarkan Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 1 Tahun 2014 yang ditandatanganinya pada 20 Januari 2014,
mengenai pembentukan Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas).
Detiknas adalah lembaga koordinasi eksekutif yang dibentuk dan diketuai oleh
Presiden Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2006. Detiknas memiliki visi untuk mempercepat pertumbuhan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia secara efisien dengan
membuat kebijakan TIK secara nasional melalui sinkronisasi program-program TIK
di seluruh Kementrian/Lembaga.
Sayangnya, peran dewan ini
antara ada dan tiada! Ke depan, menurut saya harus ada tatakelola yang lebih
fokus pada sinkronisasi komunikasi nasional dan internasional. Mampu merumuskan kebijakan
umum, arahan strategis, koordinasi sistemik guna menyelsaikan persoalan-persoalan
komunikasi pemerintah baru. **