Ramadhan yang Luar Biasa
Malam merambat kelam. Gema takbir mengalun dari kejauhan. Tak biasa memang, karena setiap malam lebaran, biasanya hampir seluruh masjid ...

http://www.gungunheryanto.com/2020/05/ramadhan-yang-luar-biasa.html
Malam merambat kelam.
Gema takbir mengalun dari kejauhan. Tak biasa memang, karena setiap malam
lebaran, biasanya hampir seluruh masjid dan musholla ramai melantunkan takbir
bersahut-sahutan. Bahkan, biasanya sampai pagi, seolah menjadi malam perayaan
kemenangan.
Memang tak mudah mengubah tradisi yang sudah dilalui sejak masa kanak-kanak hingga dewasa kini. Biasanya, saya berlebaran tak pernah di Jakarta. Mudik ke Kota Kelahiran, Cianjur, selalu membahagiakan. Jumpa sanak saudara, sekalian bernostalgia. Satu lagi, kampung halaman tempat terbaik untuk mencecap energi paling hakiki yakni doa dan restu langsung dari orang tua yang cintanya tak pernah bertepi.
Ramadhan bulan suci
yang selalu dinanti. Momentum yang tepat untuk berefleksi. Tentu, Ramadhan kali
ini berbeda, karena dunia lagi dilanda pandemi. Sebagian besar muslim di dunia,
menjalankan ibadah puasa dengan segala ritualnya secara berbeda. Keramaian
masjid-mesjid nyaris tak nampak. Forum-forum pengajian sepi, tarawih pun banyak
dilakukan di rumah-rumah. Semua situasi ini karena menghormati sekaligus
berpartisipasi dalam penanganan Covid-19. Aneh? Ya pasti awalnya memang tarasa
demikian. Hanya saja, semua ini tentu demi kebaikan umat manusia. Jarak fisik
menjadi salah satu kunci mengatasi meluasnya paparan pandemi. Singkatnya,
inilah Ramadhan yang tak biasa.
Hanya saja, bagi saya
pribadi inilah lebaran paling luar biasa selama saya hidup! Loh ko bisa? Paling
tidak saya punya lima alasan utama untuk sampai pada simpulan Ramadhan kali ini
adalah momentum terbaik selama saya hidup.
![]() |
Buka puasa bersama keluarga |
Kedua, Ramadhan kali
ini saya melihat begitu banyak kebaikan yang mengemuka. Pandemi mengajarkan
kita untuk saling berbagi. Setiap hari, selalu saya melihat, mendengar,
meyaksikan, merasakan begitu banyak orang baik bahu-membahu saling menguatkan.
Tak lagi mengenal sekat-sekat agama, etnis, golongan. Orang baik yang mau
berderma kepada sesama. Bagaimanapun pandemi bukan lagi semata masalah
kesehatan, melainkan ujian bagi kebersamaan kita umat manusia.
![]() |
Olahraga rutin setiap menjelang berbuka puasa |
Ketiga, Ramadhan kali
sungguh dahsyat! Tak pernah saya memiliki waktu berolahraga begitu istimewa.
Ramadhan tahu lalu dan tahun-tahun sebelumnya paling banyak saya berolahraga
hanya tiga kali dalam sepekan. Nyaris susah mencari waktu untuk berolahraga
secara rutin. Bulan ini sungguh luar biasa!! Sejak Ramadhan hari pertama hingga
hari terakhir, saya rutin berolahraga di sore hari jelang berbuka. Saya bisa
berlari minimal 30 menit setiap hari, cross training dengan bersepeda,
diselingi workout di rumah. Ini benar-benar serasa menjadi Ramadhan paling
paripurna. Terlabih pekerjaan tetap bisa dilakukan dengan baik melalui cara
daring.
Keempat, Ramadhan kali
ini juga benar-benar memanjakan saya. Waktu untuk membaca buku, koran, jurnal,
dan tentu saja Qur’an sangatlah leluasa. Yang paling membahagiakan lagi, banyak
waktu untuk menulis kolom yang bisa saya publikasikan di sejumlah media massa
nasional.
Kelima, Ramadhan kali ini
memberi pengalaman begitu berharga tentang interaksi komunikasi yang
termediasi. Saya memang telah lama mengadaptasi media online seperti punya
website pribadi, sejumlah akun seperti Facebook, Instagram, Twitter dan
lain-lain. Tetapi, penggunaan aplikasi seperti zoom, skype, google meet dan
lain-lain yang biasanya digunakan sesekali, kini harus saya pakai hampir setiap
hari. Saya memang lebih happy dengan komunikasi langsung (face-to-face
communication). Akan tetapi, pandemi mengajarkan setiap kita juga harus siap
dengan infrastuktur dan ekosistem komunikasi termediasi. Berkomunikasi dengan
banyak orang melalui sejumlah aplikasi mengajarkan bahwa komunikasi di online
memang benar-benar borderless (tidak terbatasi). Saya tak pernah mengalami
sebelumnya, begitu banyak seminar berskala nasional bahkan internasional
sebanyak yang dialami di Ramadhan kali ini. Setiap hari, ada saja webinar, IG LIVE, Talkshow di televisi dan lain-lain yang membuat ilmu pengetahuan begitu deras dirasakan
banyak orang. Forum-forum ilmiah yang membentuk ruang publik baru tempat
menyemai kesadaran kita sebagai warganegara. Anda juga pasti marasakan bukan?
Ya begitulah teman!
Ramadhan yang semula dianggap di tengah keterbatasan, tetapi justeru menjadi
daya lenting yang luar biasa. Akankah kita mengalami hal sama di tahun depan?
Saya sih tak yakin. Dunia kini sedang berbenah. Memperbaiki diri, mengatasi
pandemi. Bukan hal mudah memang, tetapi hidup bukannya memang perjalanan yang
kompleks. Tak selalu mudah, karena kerap memunculkan banyak kejutan, ketidaknyamanan
dan ketidakpastian.
Penting bagi kita
memahami ucapan seorang Futurist Gerd Leonhard dalam presentasinya di NetApp
Insight, Desember 2018 di Barcelona. Dia mengatakan future driven by data and
defined by humanity. Artinya, kita memang harus selalu menandai setiap penggal
sejarah yang kini dikendalikan oleh data ini dengan tafsir yang berlandaskan
pada nilai-nilai kemanusiaan. Ramadhan 1441 H sudah berlalu, akankah kita
bertemua lagi di tahun depan? Wallahu a’lam.
Yang jelas ada baiknya kita mengingat
firman Allah SWT: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan
saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya
menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr ayat 1-3).
Semoga bisa mencicipi Ramadhan
tahun depan. Amin YRA.
MasyaAllah tabarakallah Prof. Semoga Prof beserta keluarga senangtiasa diberi kesehatan untuk terus berbagi ilmu pengetahuan, serta dilancarkan segala aktivitasnya
ReplyDelete