Menanti Kabinet Harapan
Oleh. Dr. Gun Gun Heryanto (Telah dipublikasikan di Majalah The Geo TIMES, Edisi 6-12 Oktober 2014) Pemerintahan Jokowi-JK ...

http://www.gungunheryanto.com/2014/10/menanti-kabinet-harapan.html
Oleh. Dr. Gun Gun Heryanto
(Telah dipublikasikan di Majalah The Geo TIMES, Edisi 6-12 Oktober 2014)
Pemerintahan Jokowi-JK segera take off pada 20 Oktober 2014. Ibarat
pesawat, fase tinggal landas menjadi momentum sangat menentukan sekaligus
mengkhawatirkan. Menentukan karena memulai perjalanan baru dengan segala
peluang dan tantangannya. Mengkhawatirkan karena biasanya selalu ada resiko gagal
atau turbulensi di awal yang menguji daya tahan pesawat sekaligus kepiawaian
“sang pilot” untuk mengendalikan situasi acak menjadi pasti dan nyaman. Pada
sosok Jokowi-JK tersemat mandat rakyat, kuasa sah yang diperoleh mereka dari Pemilu sekaligus
menjadi lisensi untuk memimpin birokrasi pemerintahan Indonesia lima tahun ke
depan.
Postur Kabinet
Jokowi-JK tak akan lama-lama bermula madu dengan
rakyat! Segala puja-puji atas keterpilihan mereka sebagai presiden dan wakil
presiden segera berubah menjadi harapan publik yang membumbung tinggi. Secara
bersamaan harapan tinggi tersebut menjadi lecutan bagi pemerintahan Jokowi-JK
untuk bekerja keras merealisasikan segala janji kampanye yang sudah tersebar
dalam rekaman dan catatan publik di media massa, media sosial maupun
diskusi-diskusi publik.
Ujian awal dalam pembuktian prospektif tidaknya
pemerintahan Jokowi-JK tentu saja terletak pada arsitektur kabinet mereka.
Seperti apa postur kabinetnya, apa saja pos-pos penting yang akan menjadi
andalan Jokowi-JK dalam percepatan visi-misi pemerintahannya, serta kriteria
apa saja yang menjadi prioritas langkah kedua pasangan ini dalam menapaki jalan
terjal dan demokrasi yang sangat bising di negeri ini. Tabir pun mulai tersingkap sedikit demi
sedikit, Jokowi-JK telah mempublikasikan postur kabinetnya yang terdiri dari 34
pos kementrian dan komposisi pengisinya terdiri dari 18 profesional non partai
dan 16 profesional partai politik. Secara kuantitatif, pilihan 34 kementrian
memang bukanlah terobosan yang impresif. Jokowi-JK mengambil pilihan jumlah
maksimal dari pos kementrian yang diperbolehkan Undang-Undang dan tak berbeda
dengan jumlah pos kementrian jaman SBY-Boediono.
Jokowi JK
nampak sekali berhati-hati dengan tidak mengambil opsi restrukturisasi kabinet
secara berlebihan. Hal ini masih bisa dimaklumi, karena jumlah pos kementrian
sangat ditentukan oleh kebutuhan dan orientasi capaian program rezim berkuasa
saat ini. Di awal kemerdekaan, jumlah menteri paling sedikit
terjadi pada era Kabinet Darurat dengan hanya 12 menteri. Kabinet ini
berlangsung 8 bulan dari Desember 1948 hingga Juli 1949. Jumlah menteri paling
banyak ada 37 orang di era Kabinet Amir Sjarifuddin II. Saat sistem parlementer (1949-1957), jumlah
kabinet dengan menteri paling sedikit 10 orang dan menteri paling banyak 25
orang. Saat Orde lama, kabinet pernah menggelembung dengan 132 orang menteri,
dan kabinet paling sedikit dengan 24 orang, yaitu pada saat kabinet Ampera II
dengan pjs Presiden Suharto. Kabinet Pembangunan I di era Orde Baru terdiri dari
24 orang menteri, pernah juga 44 orang
menteri di masa kabinet Pembangunan V. Selama Reformasi 15 tahun kita memiliki
5 kabinet. Kabinet Indonesia bersatu jilis pertama memiliki 38 menteri dan
Jilid kedua 34 pos kementrian.
Dari data-data tersebut, bisa kita
tarik kesimpulan senyatanya jumlah itu relatif dan terlalu prematur untuk
mengatakan Jokowi-JK gagal memenuhi harapan soal kabinet ramping karena pilihan
jumlah pos kementriannya. Jika ditelisik lebih jauh, Jokowi-JK memang tak
mengubah jumlah tapi keputusannya untuk menghilangkan sejumlah pos wakil
menteri (wamen) kecuali Wamen Kementrian Luar Negeri patut diapresiasi. Selama
ini pos-pos wakil kementrian memang menjadi polemik, benarkah turut mempercepat
kinerja pemerintahan atau sekedar pemborosan? Jokowi-JK menilai perlunya
langkah mantap dan sigap para menterinya nanti sehingga wamen tak lagi
diperlukan. Ini juga bisa kita maknai sebagai bagian dari perampingan.
Beban Parpol
Yang mendesak harus dibuktikan Jokowi-JK di awal
ada dua. Pertama siapa yang akan mengisi sejumlah pos kementrian tersebut.
Sehebat apapun arsitektur kabinet Jokowi, tak akan berarti apa-apa kalau
pengisinya bukan orang yang tepat. Mereka wajib punya pengalaman profesional,
memiliki kemampuan manajerial, leadership,
kapasitas intelektual, moral dan sosial, memiliki dedikasi, serta yang terpenting tidak
menduakan loyalitasnya sebagai menteri dengan rangkap jabatan yang membuat
mereka bisa mengalami konflik kepentingan.
Jokowi-JK harus pandai-pandai keluar dari jebakan
zona nyaman kekuasaan dan oligarki parpol.
Jokowi-Jk akan mengalami situasi pelik, mengakomodasi kekuasaan DPR dan kerap secara
terpaksa berada dalam labirin kekuasaan. Cara yang dianggap paling praktis
untuk mempertahankan kekuasaan adalah
membangun koalisi besar di DPR, dan melupakan idealitas pembentukan zaken
kabinet karena dianggap utopia.
Formula koalisi untuk efektivitas kekuasaan pun kerap mendapatkan fakta
berbeda, karena justru koalisi menjadi beban bahkan sandra politik yang
efektif. Presiden kerap tersandera oleh pola
politik harmoni dan tersedotnya energi kekuasaan hanya untuk menyelaraskan
basis dukungan para mitra.
Situasi semacam ini memiliki dampak pada muncul dan menguatnya oligarki
karena kecenderungan pemimipin sibuk mengorganisir diri sendiri untuk
kepentingan mereka. Menurut Adam Przeworski dalam bukunya Sustainable
Democracy (1999) birokrasi oligarki ini membentuk kartel yang berkewajiban
untuk menentang para pesaingnya sekaligus untuk membatasi kompetisi,
menghalangi akses, dan mendistribusikan keuntungan kekuasaan politik di antara
para anggota kartel. Kalau itu yang menjadi pilihan, maka bahaya lanjutannya
adalah kekuasaan menjadi proyek individual para elit parpol beserta
asosiasi-asosiasi korporatisnya.
Kedua, di awal pemerintahan sangat penting Jokowi-JK memprioritaskan
langkah impresif menjawab harapan publik lewat sejumlah program yang bisa
dirasakan kehadirannya di tengah masyarakat. Kekuasaan jangan mempraktikan
prinsip sic volo sic jubeo, inilah kehendakku, dan berdasarkan itulah
aku memerintah. Jokowi-JK jangan pernah berpikir, biarkan rakyat berteriak , toh mereka bisa dimanipulasi
lagi di Pemilu mendatang! Selamat datang kabinet harapan semoga bisa menjawab
tantangan untuk membuktikan bahwa perubahan bukan semata wacana melainkan
kenyataan. ***